Minggu, 14 Desember 2014

Monolog: Berlebihan Juga Tidak Baik

"Berlebihan juga tidak baik, kawan."
Jadi, apa yang harus saya lakukan?
"Sewajarnya saja. Kalau bahasa kerennya just let it flow."
Memangnya kenapa jika terlalu berlebihan? Apakah berakibat buruk terhadap saya?
"Tentu. Jika kamu terlalu sering merasakannya, bukan hanya berakibat buruk terhadap dirimu, tetapi juga buruk terhadap lingkungan di sekitarmu, bahkan berbagai aktivitasmu."
Lalu, saya harus bagaimana?
"Tetap berusaha dan istiqomah serta selalu memohon perlindungan-Nya. Kuatkan imanmu dan tingkatkan ibadah ruhiyahmu. Ingat, kamu tidak sendiri. Ada Allah SWT yang senantiasa bersama hamba-hamba-Nya, termasuk kamu."

ABSTRAK

Mungkin aku harus berlari sejenak
Walau napas ini tersengal
Bahkan mungkin aku harus terus bergerak menjauh
Sampai rasa ini bisa kuterima
Sampai aku ikhlas mengakui bahwa rasa ini benar-benar ada
Memang tak mudah
Menyesali pun tiada guna
Seperti ini pun karena perbuatanku
Kesan pertamaku dan aku yang memulainya
Maafkan bila di tengah-tengah aku berhenti walau hanya sejenak
Kemudian aku berlari lagi tanpa tahu kapan aku benar-benar berhenti
Namun yang pasti terima kasih telah hadir
Terima kasih atas segala sikap
Terima kasih untuk kata motivasi walau tak terucap

Note: Puisi ini dibuat dari inspirasi yang datang mendadak saat senja tiba di Jatimekar, Bekasi, tepatnya saat sedang menunggu siswa les di tempat mengajar (bimbingan belajar).

Sabtu, 15 November 2014

Pertemuan

Tuhan mempertemukan kita dalam berbagai keadaan. Setidaknya (mungkin) ada tiga keadaan sesuai yang saya tangkap dan alami.
  1. Tuhan mempertemukan kita dalam keadaan sadar.
  2. Tuhan mempertemukan kita dalam keadaan sadar namun hanya salah satu di antara kita yang menyadari.
  3. Tuhan mempertemukan kita dalam keadaan tidak sadar melainkan orang lain yang sadar akan pertemuan tersebut.
Terlepas dari apapun keadaannya, saya percaya dan yakin bahwa pertemuan tersebut bukan karena kebetulan semata. Pertemuan itu sudah ada yang mengatur - Sang Pencipta dan Penguasa Alam Semesta.

Kamis, 16 Oktober 2014

Perjalanan

Semula langkahku melebihi langkahmu
Terus berlari menjejaki jalur hitam
Tak sampai lima menit semua berubah
Langkahmu mendahuluiku perlahan

Aku tertinggal beberapa langkah darimu
Tapi tak sampai tak hingga
Kini aku berada di belakangmu
Walau tidak tepat

Kau terus berlari tanpa kutahu
Sesuatu yang kau kejar
Mungkin memang tak seharusnya aku tahu
Cukup dirimu yang mengetahuinya

Perjalanan yang kita lalui sekilas sama
Pada kenyataannya tidak
Di persimpangan kita memilih jalur masing-masing
Aku ke kanan tanpa tahu kau ke mana

Perjalanan ini memang sekilas sama
Karena mulanya kita berada pada satu jalur
Perjalanan ini bukan milik bersama
Perjalanan ini milik masing-masing
Perjalananku, milikku
Perjalanmu, milikmu

Senin, 13 Oktober 2014

Sebuah Percakapan

Percakapan ini terjadi kurang dari seminggu yang lalu, bahkan belum sampai tiga hari yang lalu.

Sebut saja X dan Y sedang melakukan percakapan yang tak disengaja saat malam mulai berakhir menuju dini hari.

Y: "Lho? Tidur masih pakai jilbab juga?"
X: "Iya."
Y: "Saya kira dibuka."
X: "Ya nggaklah. Lagipula ini tempat terbuka dan semua peserta - laki-laki dan perempuan - membaur. Bagaimana bisa dibuka? Ya kecuali pesertanya perempuan semua. Tapi itupun nggak jadi jaminan bisa lepas jilbab juga sih. Waktu ikut kegiatan yang pesertanya perempuan dalam satu vila, saya tidur tetap mengenakan jilbab."
Y: (dengan suara pelan) "Iya, saya sudah dapat materi itu."
X: (kurang tanggap dengan pembicaraan Y) "Kenapa?"
Y: "Nggak. Lupakan."
....
Percakapan di atas bukan percakapan yang asli. Percakapan tersebut telah melalui proses penyuntingan dari sudut pandang penulis. Percakapan tersebut nyata dan bagian dari pengalaman penulis.

Senin, 06 Oktober 2014

Elegiku

Elegiku...
Tenggelam bersama lembayung senja di Jakarta
Larut dalam keramaian ibukota
Terhampar di alam semesta

Elegiku...
Berada di antara jutaan orang
Namun tak diketahui kerumunan orang
Terbawa angin darat yang berhembus

Elegiku...
Ada di sini, tak terlihat
Bersembunyi dalam bayang kabut
Memaksa muncul di malam kelam

Elegiku...
Cukup diriku yang tahu
Mereka hanya bisa menilai
Tak mengerti makna sebenarnya

Sabtu, 27 September 2014

(Bukan) Sebuah Rencana

Malam ini... cukup berbeda. Versi saya.

Tiba-tiba saya berpikir apa yang saya alami dan lalui tidak seratus persen rencana saya, bahkan di luar keinginan saya. Semua yang terjadi dalam hidup saya, apapun itu, saya yakin ada campur tangan Sang Pencipta, Allah SWT. Termasuk yang saya alami saat ini.

Bagaimana saya harus memulai cerita ini? Baiklah, saya tidak akan menceritakan secara detail karena ada beberapa bagian yang tidak bisa saya tuliskan di sini.

Pertemuan. Satu kata yang berasal dari kata dasar temu. Saya tidak pernah mengira, bahkan merencanakan akan bertemu dengan siapa dalam hidup saya. Mungkin saya bisa merencanakan hidup - cita-cita dan yang harus saya lakukan di masa depan - baik jangka pendek, maupun jangka panjang. Tapi tidak dengan pertemuan. Untuk hal yang satu itu, saya memilih prinsip menjalani apa yang ada, karena menurut saya merencanakan dengan siapa kita akan bertemu itu sesuatu yang sulit.

Saya tidak pernah menyangka, ketika saya berada di jenjang pendidikan tertinggi yang saat ini saya jalani, saya bertemu dengan berbagai macam orang yang memiliki kepribadian dengan ciri khas masing-masing. Termasuk orang yang satu ini. Pertemuan saya dengan orang ini benar-benar di luar rencana saya. Lagipula, saya setiap orang yang saya temui itu benar-benar tidak terlepas dari peran dan rencana Allah SWT. Maa syaa Allah.

Ternyata kesan dan penilaian pertama tidak selalu jadi acuan untuk menilai kepribadian seseorang. Pernyataan tersebut mematahkan prinsip saya terdahulu bahwa kesan dan penilaian pertama merupakan acuan berubah menjadi kesan dan penilaian pertama itu penting. Awalnya, saya merasa (entah) beruntung juga (entah) sial bertemu dengan orang ini. Ada satu hal yang membuat saya merasa... Entah, saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya saat itu. Mungkin semua perasaan menjadi satu, campur aduk. Satu hal yang membuat saya bertahan. Mau tidak mau harus saya jalani. Ini rencana Allah SWT. Dia tahu yang terbaik untuk saya. Waktu terus berjalan hingga akhirnya saya berada di 'titik balik' yang membuat saya bertanya pada diri saya, "Benarkah?". Bahkan sampai saat ini, kadang pertanyaan tersebut masih bermunculan di lubuk hati. Waktu terus berjalan, sampai akhirnya saya berpikir bahwa ini jalan yang harus saya lalui. Soal pertemuan itu di luar kehendak saya.

Apapun yang terjadi, khususnya pertemuan itu, bukan rencana saya. Saya yakin pertemuan itu membawa hikmah dalam hidup saya. Hikmah yang belum saya ketahui dan saya yakin hikmah tersebut baik untuk saya. In syaa Allah.

Selasa, 23 September 2014

Sisa-sisa Keikhlasan

Judul di atas terinspirasi dari lagu salah satu band indie terkenal.
Payung Teduh - Kita adalah Sisa-sisa Keikhlasan
Saya sarankan membaca posting ini sambil mendengarkan lagu di atas.

Bicara soal sisa-sisa keihlasan... Miris. Lebih baik tidak diikhlaskan daripada menjadi sisa-sisa keikhlasan. Lho? Kenapa? Karena menurut saya menjadi sisa itu tidak enak. Tersisih. Sedih.

Kenapa bahasannya jadi begini ya?

Entahlah, apa yang ada di pikiran saya coba tuangkan ke sini. Walau hanya sepercik kata-kata yang mungkin (belum tentu) dimengerti kalian.

Sabtu, 16 Agustus 2014

#HariIniTuh...

Prolog dulu ya...

Hari ini adalah publikasi perdana rubrik #HariIniTuh dalam blog saya. Alasan saya membuat rubrik ini simple, sesuai dengan pengalaman dan kejadian yang saya alami.

Lalu, apa bedanya dengan 'Gado-gados' Journal?

Hanya sedikit perbedaannya. Pada rubrik 'Gado-gados' Journal, blog post yang saya publikasikan berdasarkan pengalaman, namun secara umum, sedangkan rubrik #HariIniTuh lebih spesifik.

Oke, sebenarnya yang ingin saya bahas bukan masalah rubriknya sih. Tadi hanya sekadar prolog.

Terus apa?

Begini, saya ingin sharing...

I'm in bad mood!

Kenapa?
Ya gimana nggak bad mood. Datang jauh-jauh ke daerah Sudirman untuk menghadiri seminar beasiswa luar negeri bersama teman saya, Endah, setibanya di sana... kami tidak bisa masuk dengan alasan kuotanya penuh.

Lalu, apa gunanya registrasi?

Entahlah... Berbagai alasan dilontarkan pihak penyelenggara yang membuat kami memutuskan untuk... pulang. Ya, pulang. Pulang dengan kekecewaan dan perut lapar. Akhirnya, kami memutuskan untuk makan di salah satu mal di Jakarta Timur.

Awalnya saya merasa "Never mind. I'm okay", tapi tidak diakhirnya. Saya merasa... "It's enough". Cukup dengan kesialan yang saya alami. Mulai dari berangkat satu angkot dengan ibu-ibu yang meminta kepada sopir angkot untuk tidak melaju kencang dengan alasan takut duduk di depan (kebetulan ibu-ibu itu duduk di bangku depan). Saya hanya bisa menghela napas dan berusaha sabar - menahan emosi, sambil bergumam...

"Bu, ini angkot. Angkot itu angkutan kota yang termasuk salah satu angkutan umum. Umum. Sekencang-kencangnya angkot (berdasasarkan pengalaman) tidak membahayakan penumpang. Sopir pasti berpikir dua kali dan memertimbangkan risikonya."
Dan ternyata ibu-ibu tersebut turun di tempat yang sama dengan saya. Satu bus pula dengan saya. Tapi beliau nggak bilang "Jangan ngebut" tuh ke sopir atau kondekturnya. Duh duh duh, Bu, yang namanya naik angkutan umum ya hargai juga penumpang yang lain ya Bu. Berusaha untuk meredam ego dan kepentingan pribadi. Ya, namanya juga angkutan umum. Harus mau berbagi sih. Kalau nggak, silakan naik kendaraan pribadi (hanya opini).

Rabu, 13 Agustus 2014

Rindu Ada Di Sini

Jika kau bertanya...
"Di mana Rindu? Ke mana dia pergi?"
Maka aku akan menjawab...
"Dia ada di sini. Rindu ada di sini."
...
 
Rindu tak pernah pergi, dia akan selalu ada di sini
Di mana?
Rindu akan selalu ada di dalam diri seseorang yang sedang merasakannya
Kapan dia datang?
Tak menentu, sesuai kehendaknya
Lalu, bagaimana jika dia datang?
Hadapi saja sewajarnya, tak perlu panik dan takut berlebihan
Jika dia datang, apa yang akan dia lakukan?
Dia hanya ingin bermain dan mengunjungimu sebentar
Tapi, mengapa harus aku yang didatanginya?
Karena dia tahu ke mana dia harus datang



a sunny day

Selasa, 05 Agustus 2014

Rindu Pelangiku Datang Lagi

Masih ingat dengan postingan Pelangi?

Saya rindu...

Ya, rindu pelangi itu datang lagi. Pelangi yang datang ketika saya menahan tangis (setelah sempat meneteskan setitik air mata). Pelangi yang datang di hari terakhir saya melihatnya. Pelangi yang datang saat saya menyadari yang sesungguhnya.

Kini, pelangi itu belum terlihat lagi setelah menampakkan wujudnya awal tahun silam.

Lalu, kapan saya bisa melihat - bahkan bertemu - dengan pelangi itu? Saya rindu...

"Rindu pelangiku datang lagi..." (Sherina - Pelangiku)

Senin, 04 Agustus 2014

Rindu Jadi Pelajar

"Bagaimana rasanya menjadi pelajar? Sepertinya saya sudah lupa."

...

Petikan kalimat diatas hanya 'perumpamaan' saja. Setahun yang lalu saya masih merasakan manis, asam, asin, dan pahitnya jadi pelajar. Rasanya mirip sama permen yang itu tuh. Hehehe.

Terkadang, saya merindukan masa-masa menjadi pelajar. Ini berawal ketika  - tadi - saya mengunjungi Plasa Pondok Gede, tempat hang out ter-heitz semasa SMA.

"Mau hang out, Rei?"

...

Bukan... saya bukan ke Plasanya kok. Bukan untuk hang out juga, Alhamdulillah (walaupun awalnya ada sedikit niatan untuk membeli makanan). Saya ke pertokoan yang ada di area Plasa tersebut, tepatnya ke toko buku untuk mencari buku adik saya yang duduk dibangku sekolah dasar. Pertama kali membuka pintu toko buku, atmosfer buku pelajaran 'tercium'. Ini mengingatkan saya ketika masih menjadi pelajar dulu. Rindunya, maa syaa Allah. Setelah beberapa saat mengitari toko buku tersebut, buku yang saya temukan untuk jenjang pendidikan tertinggi adalah SMA. Kok tidak ada buku untuk jenjang universitas ya? Tentu saja, karena yang saya kunjungi toko buku pelajaran, bukan toko buku perkuliahan.

...Apaan sih Rei...

Sudahlah. Inti dari tulisan saya kali ini adalah...

"Saya rindu jadi pelajar."

Rindu hanyalah rindu. Hanya sekadar rasa dan belum tentu dapat diulang kejadiannya. Yang terpenting saya harus semangat untuk menatap masa depan yang lebih cerah. Masa depan yang telah Allah SWT dan saya harus menjemputnya. Aamiin.

Jumat, 25 Juli 2014

Hai Teman

Hai teman...
Masih ingatkah kamu perjuangan kita dulu?
Hai teman...
Masih ingatkah kamu nazar kita dulu?

Hai teman...
Lama tak bersua denganmu
Saat kumenghubungimu aku hanya bisa menghela napas
Yang kudapat berita yang membuatku terguncang merasakan gempa parsial di sekitarku

Hai teman...
Seandainya ada mesin waktu
Aku ingin mengulangi masa-masa dulu
Kalau bisa aku mengulang, aku ingin tahu lebih awal berita yang kutahu baru-baru ini

Hai teman...
Maaf aku belum bisa mengunjungimu
Maaf aku belum bisa menampakkan batang hidungku dihadapanmu
Maafkan aku, teman

Hai teman...
Meskipun begitu, aku tak pernah lupa terhadapmu
Walau ragaku belum sempat bertemu denganmu
Namun do'aku selalu mengalir untukmu

Semangat teman...
Aku selalu memohon untuk kesembuhanmu
Aku selalu memohon agar engkau sehat seperti dulu
Aku selalu memohon agar engkau kuat seperti yang kukenal

Semangat teman...
Aku, bahkan kami di sini menantikanmu
Menantikan sosokmu yang teguh, semangat, dan pantang menyerah
Semangat teman...

Andai kau membaca ini
Rasa rinduku terhadapmu lebih dari kata-kata yang kutuangkan dalam puisi ini
Semoga kita bertemu
Wahai teman yang kurindu

Minggu, 20 Juli 2014

Tentang Ulang Tahun

Hai... Lama tak menulis membuat saya ingin menceritakan semua isi yang ada di kepala saya.

Ulang tahun... Hm, dua kata yg selalu dialami setiap orang dalam setiap tahun. Berbicara tentang ulang tahun, saya ingin tahu kesan apa yang terlintas saat kalian berulang tahun? Menurut kalian, ulang tahun itu apa sih?

Kalau menurut saya, ulang tahun itu... bertambahnya umur di dunia dan berkurangnya umur di akhirat. Sebenarnya sih lebih dari itu. Ulang tahun versi saya itu adalah kesempatan. Ya, kesempatan yang Allah SWT berikan kepada saya untuk terus beribadah kepada-Nya.

Saya merasa ulang tahun saya di tahun 2014 ini, berkah. Iya, berkah menurut saya. Tepat sehari sebelum ulang tahun, penyakit thypus mendera saya. Saat itu, saya ikhlas dan ridha ketika saya harus sakit, namun melalui sakit itu dapat menjadi penggugur dosa untuk saya. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur.

Setelah itu, saya juga mendapat hadiah dari teman-teman saya. Hadiah yang diberikan teman-teman saya adalah sesuatu yang bermanfaat dan menjadi syafa'at baik di dunia maupun di akhirat.

Jadi menurut saya dan sudut pandang saya...

Sikap yang paling tepat saat ulang tahun adalah...

Bersyukur karena Allah SWT masih memberi kita kesempatan hidup, kesempatan untuk beribadah kepada-Nya. Bukan malah berharap hadiah material (kebendaan), apalagi sampai 'kode-kodean' segala *eh*. Hahaha...

Kamis, 17 Juli 2014

Jalan yang Kau Lalui, Ukhti

Ukhti, bersyukurlah...
Karena kehidupan yang kau jalani tak seperti kehidupanku
Ukhti, bersyukurlah...
Karena apa yang kau miliki tak seperti kepunyaanku
Ukhti, bersyukurlah...
Karena memang ini jalan yang harus kau lalui

Ukhti, setidaknya kau masih bisa bertemu dengannya
Kau tau siapa sosok itu, Ukhti
Ukhti, tetaplah istiqomah dan jangan bosan memohon petunjuk-Nya
Ukhti, inilah jalanmu, berbeda dengan jalanku

Jalanmu yang memang sudah dipertemukan sosok itu oleh-Nya
Aku ikut berbahagia, Ukhti
Jalanku masih panjang, Ukhti, masih banyak urusan lain yang harus aku jalani
Jika jalanmu sudah dipertemukan, Ukhti, maka jalanku hanya sebatas mendo'akan yang terbaik untuknya

Rabu, 25 Juni 2014

Ingatlah Rihlah Ini


23 Juni 2014

Sebelumnya... saya mohon maaf kepada teman-teman, terutama yang tidak dapat hadir dalam rihlah ini. Bukan bermaksud untuk membuat iri apalagi pamer. Bukan. Saya hanya ingin sedikit berbagi kebahagian dan kebersamaan lewat tulisan kecil ini. Semoga dengan tulisan kecil ini, kita selalu mengingat rihlah pertama ini :)

Di awali dengan apa ya? Mungkin bisa dibilang rapat panitia MPAJ, karena rata-rata dari kami adalah panitia MPAJ. Kami berangkat dari kampus setelah zhuhur. Saya, Cheri, Galih, Septia, dan Septin berangkat dengan armada kebanggaan kami (baca: transjakarta), sedangkan Anna mengendarai motornya. Tak lupa juga, Cucu dan kak Mimi yang langsung menuju tempat tujuan. Karena kondisi yang tak memungkinkan untuk kami berangkat bersama, kami sepakat untuk bertemu di suatu 'titik' di tempat tersebut.

Tidak lama kami (saya, Cheri, Galih, Septia, dan Septin) sampai, kami langsung bertemu kak Mimi. Kami langsung menuju 'titik' yang telah disepakati untuk bertemu. Sudah ada Cucu di sana. Kak Mimi masih berusaha mencari Anna. Oh iya, kejadian ini tak boleh luput dari tulisan kecil ini. Ada pernyataan kecil yang menurut saya menggelitik. Percakapan ini tentang Anna yang sempat terpisah karena mencari tempat 'titik' kami bertemu. Setelah Anna berhasil ditemukan bertemu dengan kak Mimi, pernyataan kecil itu terlontar,

"Untung Anna ditemuinnya sama kak Mimi, coba kalo sama satpol PP."

Pernyataan singkat itu sontak membuat kami tertawa. Oh iya, supaya lebih menghayati bagian lucunya, silakan membayangkan ekspresi Septia saat menyatakan kalimat tersebut.

Setelah 'lengkap', kami mencari lokasiyang pas untuk benar-benar berkumpul. Ya, bisa dibilang piknik bersama. Acara dibuka oleh Anna sebagai MC dan dilanjutkan dengan acara spesial, hihihi.

Apa sih acara spesialnya?

Jadi, acara spesialnya itu adalah mengenal pribadi masing-masing satu sama lain. Dimulai dari perkenalan diri, hal yang disuka dan tidak disuka, (saya agak lupa bagian ini), dan dilanjut dengan pertanyaan dari teman-teman. Acara ini berlanjut sampai adzan ashar berkumandang dan acara ini sempat dipending (baca: persiapan sholat ashar).

Yap, acara selesai dengan pembagian buah tangan dari kak Mimi. Apakah itu? Yak, tepat! Buku-buku islami nan bermanfaat (terimakasih kak Mimi ^_^).

Baiklah, itulah sekilas catatan kecil saya tentang rihlah ini. Mohon maaf ya kalau catatan kecil ini benar-benar 'kecil', hehehe.

Oh iya tambahan, kemarin dapat ide dari Septia yang nyeletuk, "Liqo goes to Mekah. Liqonya bareng kak Mimi di depan Ka'bah."
Aamiin. Mari kita aamiin-kan agar omongan Septia adalah do'a. Aamiin *seraya berkata pada semesta*

Minggu, 22 Juni 2014

Cita-citaku (Bertambah) Satu

Masih sempat-sempatnya saya posting, padahal besok pagi harus rapat... Tak apa, selagi ide masih hangat.

Langsung saja ke bahasan kali ini...

Sepertinya cita-cita saya bertambah. Hal ini saya sadari sejak melihat tayangan debat capres putaran kedua. Dan semakin diperkuat lagi pada tayangan debat capres putaran ketiga tadi. Yang terlintas di pikiran anda mungkin, "Oh, kamu mau jadi presiden ya?" Hm... Prediksi anda kurang tepat. Hehehe...
Cita-cita saya yang satu ini terbilang... ah tidak ada apa-apanya di mata umum. Tapi, menurut pandangan saya, cita-cita ini begitu mulia. Ya, tanpa mereka, entahlah apa jadinya bagi mereka yang membutuhkan. Ada yang bisa tebak cita-cita tambahan saya apa? :)

Cita-cita tambahan saya adalah... seseorang yang ada di pojok kiri bawah pada tayangan debat capres putaran kedua dan ketiga. Penerjemah. Iya, penerjemah bagi orang penyandang tuna rungu. Bagi saya, profesi itu sangat mulia. Ya, mungkin terbilang 'tak ada apa-apanya' di mata umum, tapi tidak di mata mereka yang membutuhkan. Penerjemah itu ibarat jembatan yang menghubungkan komunikasi antara penyandang tuna rungu dengan orang yang normal. Tanpa kehadiran mereka, entah bagaimana komunikasi antara penyandang disabilitas dengan orang yang normal. Bagi saya, penerjemah itu... the best. Mungkin di dunia mereka yang berprofesi seperti ini dipandang biasa saja, tapi in syaa Allah, semoga profesi mereka menjadi pahala di akhirat nanti. Aamiin Yaa Rabb.

Sabtu, 14 Juni 2014

Tentang UAP

Saya akui posting itu patut diberi hash tag #latelypost. Seharusnya saya mengetik posting ini pada tanggal 9 Juni 2014, namun saya lebih memutuskan untuk mengetiknya sekarang. Kenapa? Setidaknya saya telah melewati masa-masa greget saya (baca: UAS kalkulus II). Selain itu, faktor penentu terpenting adalah... *jeng jeng jeng* mengumpulkan mood saya untuk menulis, hahaha.

Pada posting kali ini saya akan membahas tentang UAP. Iya, UAP - Ujian Akhir Praktikum dalam dua semester pertama yang saya alami. Baiklah... Saya akan mulai dari semester pertama, dimulai dari UAP yang terpahit (mungkin).

Bisa dibilang ini adalah UAP terpahit versi saya. Sebenarnya alasan utama saya membahas UAP ini lebih dulu karena memang saya melaksanakan UAP ini duluan. UAP ini adalah UAP... FD I. Jadi saat UAP FD I, praktikum yang saya dapatkan itu... abstrak buat saya. Kenapa? Karena saya belum pernah melakukannya sama sekali. UAP yang In syaa Allah tidak saya lupa, bagaimana atmosfernya dan berhasil membuat saya menitikkan satu tetes air mata. Untuk lebih jelasnya bagaimana perasaan saya dibuat kalut dengan UAP ini, sila klik posting ini.

UAP kedua yang saya alami adalah UAP Biologi Umum. Setidaknya dalam UAP ini tak berakhir tragis seperti UAP pertama yang sukses membuat perasaan saya kalut.

UAP ketiga di semester pertama saya adalah... UAP KD I. Mungkin di UAP ini saya lebih bisa bernapas lega dan megucap hamdalah, karena materi yang saya dapat setidaknya saya kuasai dan saya pernah melakukan praktikum tersebut. Pada UAP KD I, ada keterkaitan khusus lho dengan UAP di semester kedua, hihihi.

Semester pertama tutup buku. Saatnya membahas semester kedua...

Lagi-lagi, entah memang takdir atau apa, UAP yang saya jalani adalah FD II. Dibanding semester pertama, saya lebih bisa bernapas lega, karena praktikum yang saya dapatkan tidak sampai membuat saya menitikkan air mata dan... Setidaknya, saya bisa mengerjakan UAP walau agak terbata-bata.

UAP kedua dan terakhir di semester kedua adalah KD II. Nah, pada UAP ini saya memiliki pengalaman menarik dan unik. Tebak, apa praktikum yang saya dapatkan pada UAP ini? Yak, tepat, sama seperti pada semester pertama, hanya berbeda metode saja. Saya menyadari hal ini ketika salah satu teman saya berkata,
"Perasaan semester kemarin Reicka dapetnya tit*asi juga deh. Jodoh banget."
Hening sejenak... Saya hanya membalas perkataan itu dengan,
"Iya nih, jodoh sama tit*asi."

Kemudian saya berusaha mengingat UAP pada semester pertama. Tanpa saya sadari, pakaian yang saya kenakan sama persis saat UAP semester pertama. Entah sebuah kebetulan atau kesengajaan, tapi jujur saya merasa bahwa yang terjadi adalah kebetulan. Saya juga tak ingat saat UAP semester pertama pakaian yang saya kenakan.

Baiklah...
Posting ini saya tutup dengan hamdalah. Harapan saya semoga (IP) di semester ini lancar dan baik-baik saja. Aamiin Yaa Rabb.


Best regards

RAS v(^0^)9

Sabtu, 31 Mei 2014

Sudah... Tapi Tetap Saja...

"Seberapa besar aku tak memedulikan, bahkan mengabaikan rasa keingintahuanku, tetap saja ada sesuatu yang aku tahu, baik sengaja maupun tidak."

Entah ini keberapa kalinya saya menghela napas. Mungkin hanya satu kata yang mewakili perasaan saya saat itu. Oke (sambil diiringi helaan napas). Sebenarnya, satu kata itu juga belum semua mewakili apa yang saya rasakan. Baru sebagian.

Begini...
Intinya, seberapa besar usaha saya menutup mata, hati, dan telinga untuk melawan rasa keingintahuan saya, ada saja informasi yang saya terima. Sebenarnya bukan berarti saya tidak senang dengan kehadiran informasi itu, hanya saja, waktunya belum tepat. Ah, sudahlah, sepertinya saya tak perlu memusingkan masalah ini.

Sudahlah...
Lebih baik saya melanjutkan laporan saya yang belum rampung.

Semangat Rei!

Minggu, 25 Mei 2014

Tidak Mengapa

Aku bukan orang suci
Aku bukan orang yang paham agama
Aku juga bukan orang yang selalu benar
Tapi aku beragama dan bertuhan (red: Allah SWT)
Ilmuku memang tak setinggi langit
Ilmuku juga tak seluas samudera-Nya
Tapi izikanlah aku menyampaikan satu kebaikan dan kebenaran
Izikanlah aku memperjuangkan keduanya di jalan-Mu
Tidak mengapa jika aku harus dibenci
Selama aku memperjuangkan kebenaran di jalan-Mu

Sabtu, 17 Mei 2014

Petunjuk (dalam) Kenyataan

Baiklah, posting kali ini dibuka dengan sebuah gambar. Buat yang bisa menjawab pertanyaan ini, saya akan kasih sesuatu. Kapan saya membuat twit tersebut? Hayo? *EHEM SALAH FOKUS*. Hup... Baik, fokus kali ini bukan kapan waktu saya membuat twit di atas dan mengapa alasannya. Lupakan kuis tak berbobot tadi.

"Hari ini menjadi hari terpanjang kedua setelah kemarin saya harus menarik dan menghela napas panjang."

Hari ini tepat seminggu perjumpaan itu. Ya, perjumpaan yang tak pernah direncanakan saya sebelumnya. Bukan rencana saya, tetapi rencana-Nya.

Entah kenapa, saya merasa ketika saya telah memutuskan dan membulatkan keputusan yang saya buat, tiba-tiba saja dipertemukan kembali. Mungkin, analogi awkward-nya adalah ketika saya menyanyikan lagu Air Supply - Goodbye yang ditujukan pada seseorang, kemudian seseorang itu datang tepat di depan wajah saya. Ya begitulah...

Saya mengira pertemuan tadi adalah pertemuan awal sekaligus akhir. Tapi ternyata tidak... Ketika saya hendak pulang dan berjalan ke depan gerbang, pertemuan itu kembali terjadi. Hening. Seketika suasana hening. Dari kejauhan terlihat dia menoleh ke arah saya, tapi entah melihat saya atau hanya sekadar menoleh melihat yang lain. Karena dari kejauhan itu, saya bersyukur (setidaknya) dengan ketidakjelasan pandangan saya dalam jarak yang cukup jauh membuat saya bersikap biasa saja. Ternyata, skenario di kepala saya tak berjalan persis seperti itu. Langkah kaki saya membawa saya semakin mendekat dan untungnya, dia mempercepat langkahnya ke arah yang lain. Ya, setidaknya saya bisa bernapas lega, walaupun selang 3 menit kemudian, motor melaju cukup kencang mendahului langkah saya yang ternyata dikendarai olehnya. Yaaa, namanya juga hidup.

Jumat, 18 April 2014

Sebuah Berita

Mungkin posting ini sekuel dari posting ini.

"Mungkin menurut kita, apa yang tidak sesuai dengan kemauan kita merupakan bagian dari kesialan kita. Tapi percayalah, rencana Allah lebih indah dari apa pun yang ada di dunia ini."

Tulisan itu telah hilang. Ya, (mungkin) ini rencana Allah untuk saya, walalupun saya tidak mengerti apa maksudnya, saya yakin itu yang terbaik untuk saya.

Beberapa waktu lalu, tepat saat tulisan itu hilang, saya mendapat sebuah kabar dari sumber terdekat. Ketika saya mendengar kabar tersebut, saya tertohok. Saya bergidik mendengar kabar itu dan membatin "Apa ini kenyataan?"

Ternyata saya tidak sedang bermimpi. Apa yang saya dengar memang kenyataan. Walaupun bukan menjadi yang pertama, setidaknya telah menorehkan apa yang telah diusahakannya.

Minggu, 13 April 2014

Selamat untuk Anda

"Selamat untuk Anda..."

Saya tak bisa mengucapkan langsung ini kepada Anda. Itu alasan mengapa saya mengucapkan lewat posting ini, walaupun Anda juga tidak akan melihatnya (entah akan melihatnya atau tidak). Sukses selalu dan semoga selalu dalam berkah-Nya dan lindungan-Nya. Aamiin.

Sabtu, 12 April 2014

Tulisan Tangan

*inhale...* *exhale...* *inhale...* *exhale...*

Hup! Lama rasanya tak menulis mengetik di sini. Rentetan tugas selalu mengiringi langkahku sehingga kamu terabaikan, blogku. Hahaha...

Ngomong-ngomong, hari ini tak sedikit sesuatu yang membuat saya 'tersedak'. Sudahlah lupakan. Topik hari bukan membahas masalah tersedak.

Tulisan tangan... Ya, sebuah tulisan tangan yang tertera di atas kertas sudah cukup lama masih saya simpan. Sebenarnya, saya juga tidak tahu alasan harus menyimpan tulisan tangan itu, (entah) sengaja atau tidak. Tulisan tangan itu masih rapi. Beberapa waktu lalu saya melihatnya. Saya sengaja mengambil kertas (cukup) usang karena ada keperluan - keperluan yang memaksa saya untuk membuka dan membaca kembali tulisan itu.



Suatu saat nanti... Ketika saya berani bertemu dan berbicara, saya akan menunjukkan bahwa tulisan tangannya masih tersimpan dengan rapi. Saya juga ingin berkata,
"Saya yang menyimpan tulisan ini. Mungkin menurut kamu tulisan itu hanya angin lalu, sudah tidak berlaku lagi. Namun, buat saya, tulisan ini berguna."
Mungkin, ketika dia bertanya mengapa saya menyimpan tulisan tangan itu, saya akan menjawab,
"Entah suatu ketidaksengajaan atau sebaliknya (saya memilih pilihan yang pertama), saya hanya berniat untuk sekadar menyimpannya. Ketika nanti saya bertemu lagi dengan kamu, saya akan menunjukkan tulisan ini kepadamu."
Dan tentu saja saya akan bertanya,
"Masih ingatkah kamu dengan tulisan ini?"




Picture takes from edu-news.ro

Minggu, 06 April 2014

Jackpot

Hidup itu penuh kejutan. Nah, kejutan itu saya sebut sebagai jackpot.

Dan  jackpot yang saya dapatkan sepertinya masih dalam rentang 3, belum sampai 50. Kalian mengerti kan apa maksudnya? Jika mengerti, cukup anggukkan kepala dan silakan berkomentar dalam hati. Jika belum mengerti, tutup posting ini dan silakan bertanya dalam hati.

Senin, 27 Januari 2014

Impian itu Akhirnya Terwujud

Setelah satu setengah tahun akhirnya saya bisa bernapas lega...

Masih ingat dengan postingan Sepiring Pempek dan PTN serta Ini Rasanya Rindu? Bagi yang tidak ingat, silakan dibuka. Bagi yang tidak, ya tidak perlu dibuka. Hahaha.

Bisa dibilang postingan kali ini adalah sekuel dari kedua posting yang saya sebutkan di atas dan mungkin akan menjadi posting trilogi. Hahaha.

Sabtu, 25 Januari 2014, akhirnya saya kembali bertemu teman-teman saya dalam event yang diselenggarakan SMA, tempat saya menuntut ilmu tiga tahun yang lalu selama tiga tahun. Dan hari itu juga saya bertemu dengan sahabat saya, namanya Dwi Permatasari. Aaah, akhirnya setelah sekian lama tak berjumpa, kami dipertemukan kembali. Jadi terharu saya *lho*.

Oke, kembali lagi ke topik bahasan. Hm... jadi... begini... Akhirnya impian saya dan Dwi terwujud! Tentang sepiring pempek yang kami idam-idamkan sejak kelas 11 baru terwujud ketika kami berada di perguruan tinggi. Ah, sungguh... Saya tak bisa berkata apa-apa lagi selain bergumam dalam hati "Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah Engkau telah pertemukan kami dan wujudkan impian kami." Semuanya seperti mimpi. Omong-omong, impian kami tak berhenti sampai sepiring pempek lho. Kami saling bertukar cerita yang membuat kami berdua melontarkan tawa geli.

Satu cerita yang paling saya ingat dari rangkaian cerita yang kami utarakan masing-masing. Cerita ini punya Dwi yang membuat saya tertawa geli dan cukup menguras perut. Saking gelinya. Ceritanya berawal saat Dwi akan berangkat ke Purwokerto untuk kembali ke kost-an yang secara mendadak dijemput travel yang telah dibooking beberapa waktu lalu. Karena menerima kabar dadakan saat sedang mengerjakan laporan, alhasil belum satupun barang dipersiapkan untuk kembali ke Purwekerto. Jurus sistem kebut sejam dilakukan Dwi. Tak berapa lama, travel datang menjemput. Ini bagian yang membuat saya tertawa geli. Perjalanan sudah memasuki hari berikutnya. Oh iya saya lupa memberi tahu kalau Dwi berangkat ke Purwokerto jam 7 malam. Oke, kembali lagi... Jadi saat itu travel yang ditumpangi Dwi sedang berhenti di sebuah SPBU dan saat itu juga Dwi mengira sopir travel berhenti untuk sholat. Akhirnya, Dwi dan penumpang travel lain ikut turun dan sholat. Baru memulai rakaat pertama, suara mesin mobil travel terdenganr. "Perasaan udah nggak enak. Sholat juga nggak khusyuk," ujar Dwi. Setelah selesai sholat dan keluar mushola, benar saja prasangka Dwi. Ditinggal travel. "Mbak, bener kan kita ditinggal travel," cerita Dwi pada saya sambil menirukan gaya saat dia menangis ditinggal travel. Spontan aku tertawa (bahkan saat mengetik postingan ini, saya masih sempat tertawa. Maaf ya Wi ^0^v). Wi... Wi... ada-ada saja kamu :)))

Kamis, 23 Januari 2014

Rabu...

Jadi... Pernah nggak mengalami kejadian benar-benar persis?

Sebuah prolog yang cukup unik, tapi benar adanya. Saya pernah mengalami kejadian seperti di atas. That's why I give the title is 'Rabu', karena saya mengalami 'sesuatu' itu tepat di hari Rabu disertai pengulangannya. Persis! (Kecuali jam kejadiannya secara tepat)

'Sesuatu' itu apa sih Rei?
Hm, sesuatu itu sejenis memori yang tersimpan di dalam ingatan a.k.a nostalgia.

22 Januari 2014 adalah waktu pengulangan yang saya maksud pada tulisan sebelumnya. Entah ini hanya sebuah ketidaksengajaan dengan embel-embel kebetulan atau memang ada yang mengendalikan semua ini. Entahlah. Yang jelas, kalaupun ada yang mengendalikan, saya percaya bahwa ada yang Maha Mengendalikan yang berhak mengendalikan apa yang terjadi pada hidup saya. Sekian~

Ps. Maaf kalau postingan ini sangat tidak jelas.

Mengapa Tak Mencoba Bertanya Pada Alam?

Perhatian: Sebaiknya anda berpikir dua kali atau bahkan berkali-kali untuk membaca postingan yang menurut anda (mungkin) klasik dan terlalu klise. Jika anda yakin ingin membaca, silakan. Namun jika tidak, silakan tutup postingan ini dari layar monitor anda. Ini hanya sebuah catatan online mahasiswa yang ingin menumpahkan unek-unek dan inspirasi.



Duka bertebaran di mana-mana. Tak sedikit berteriak "Bencana" atau yang lain, "Banjir" dan "Gunung meletus". Tak sedikit pula yang merongrong menyalahkan penguasa. Nelangsa.
Pernahkan terpikir di benak untuk bertanya pada alam. Iya, bertanya pada alam. Mungkin sebagian orang akan merespon seperti ini, "Halah, apa gunanya bertanya pada alam? Memangnya alam bisa menjawab apa yang kita pertanyakan?"
Respon yang cukup bodoh. Kenapa saya bilang cukup bodoh? Apa kita tidak merasakan bencana yang terjadi ini seakan cara alam menjawab pertanyaan kita atau lebih tepatnya perbuatan kita? Apa yang sudah selama ini kita perbuat kepada alam? Banyak. Memang banyak yang sudah kita perbuat kepada alam. Baiklah jika kita sudah yakin dengan apa yang kita perbuat kepada alam. Kalau begitu jawab pertanyaan berikut.
"Sudah cintakah kita kepada alam? Seberapa besar rasa cinta kita terhadap alam? Sudahkah kita melestarikan alam? Sudahkah kita menjaga alam dengan baik dan benar? Sudah sesuaikah perbuatan kita terhadap alam?"
Silakan dijawab. Bukan jawaban yang mutlak untuk menjawab pertanyaan di atas. Itu tergantung pada diri kita. Mari introspeksi.

Selasa, 07 Januari 2014

Pelangi

Hari ini aku melihat pelangi lagi. Sama seperti dua minggu yang lalu. Persis.

Di roof top sebuah mall di Jakarta, 2 minggu yang lalu.

Kombinasi warna pelangi itu mengingatkanku pada sesuatu yang tak bisa aku sebutkan. Sesuatu itu - kalimat motivasi yang membuatku sadar dan perlahan menyetujuinya.

Membingungkan? Memang. Sudahlah, tak perlu dipikirkan. Bukan hal yang penting untuk kalian. Hanya untukku.