Sabtu, 17 November 2012

Kerlap-Kerlip Cahaya

Saat malam tiba seberkas cahaya itu datang
Sorotannya tak bisa dihindari
Ke manapun kuberlari
Tetap saja tak terlewati

Aku senang dapat melihatnya
Kerlap-kerlip cahaya menawan
Terasa damai diri ini ketika melihatnya
Seakan mengerti isi hati

Tak pernah jenuh aku menatapnya
Warna-warni cahaya itu mengiringi langkahku
Sampai inginku terbang bersama nyala cahaya itu
Diiringi rintik-rintik hujan dan wangi udara malam

Hai kerlap-kerlap cahaya
Bawa aku sejauh mungkin
Melayang bersamamu
Menghabiskan waktu

Tertawa bersamamu
Menangis bersamamu
Bercanda bersamamu
Mencurahkan semua kepadamu

Aku ingin berada sejauh mungkin
Berada dalam kesunyian
Yang ada hanyalah diriku
Bersamamu, kerlipan cahaya

Hari Ini Terdramatis

Holaaa, back again with me. After long holiday. Yes, finally, I can update posting at this moment.

Hari ini, 17 November 2012, adalah hari terdramatis. Hari nano-nano kedua setelah postingan sebelumnya What a Nano-Nano Day!.

Oh iya, sebelumnya, hanya bermaksud memberi tahu bahwa hari ini tepat sebulan kepergian Kakek saya. Semoga beliau tenang di sisi-Nya. And someday, I'll meet him in heaven. Aamiin.

Kenapa hari ini saya bilang hari terdramatis? Karena ada beberapa hal yang membuat hari ini dramatis. And here it is:

1. Watching Detective Conan Movie: The Magician of Silver Sky

Nah, buat para pencinta anime, especially Detective Conan, kalian harus nonton film ini. Well, walaupun ini bukan film terbaru versi movie, tetap wajib kalian tonton. Ceritanya itu berbagai genre. Romantis, iya. Menegangkan, iya. Klimaks banget, iya. Seru, pasti. Dan yang pasti lagi itu... galau, iya.

2. Quote in Timeline Twitter

Nah, ini nih mulai-mulai klimaksnya hari terdramatisir versi saya. Jadi kronologinya tuh begini. Buka twitter. Cek TL diri sendiri. Nemu quote tersebut. Retweet. Baru sadar kalau quote itu menggambarkan diri sendiri. Agak ironis sih, tapi jujur itu ngena banget. Biar lebih jelas, saya akan perlihatkan dengan gambar.

 
Silahkan resapi sendiri

 
*jleb*

Ditambah lagi, bukan cuma twitter itu yang nge-tweet quote begitu. My mom had said, "Dari curhat itu biasanya timbul rasa simpati yang lama-kelamaan akan timbul rasa yang lebih dari pada itu."

"..." Saya hanya bisa diam tak berkomentar apapun. Sepertinya omongan Ibu saya terbukti. Dan beliau tidak mengetahui bahwa omongannya terbukti terhadap anaknya sendiri. Sungguh ironis.

3. Dramatis Sedramatis

Nah, ini benar-benar bagian ter... Ya, kalian tahu sendiri kok. Sebenarnya ini agak sedikit... absurd. Ya, sebenarnya ini juga spontanitas dari pikiran saya. Bingung ya? Sama. Oke oke. Jadi begini... Tukang mie tek-tek langganan rumah lewat dan ternyata Ibu saya minta tolong panggilin. Ketika saya keluar rumah, itu pas banget lagi hujan. Karena itu tukang mie tek-tek udah jauh, mau nggak mau saya harus mengejar. Nah, di sini adegan yang paling bikin saya geli sendiri (silahkan bayangkan sesuai imajinasi masing-masing). Pas saya lari, hujan perlahan semakin deras dan saya berusaha menepuk memanggil tukang mie tek-tek. Sembari menunggu tukang mie tek-tek di persimpangan jalan, entah kenapa otak saya berpikir spontan dan saya pun bergumam, "Dramatis banget ini. Berdiri di persimpangan jalan saat hujan dalam keadaan menunggu." Sayangnya, yang saya tunggu itu tukang mie tek-tek. Padahal berharapnya sih... Sudahlah, saya rasa postingan kali ini sudah mulai ngaco. Jadi lebih baik saya sudahi saja postingan kali ini. See you latter~

Minggu, 11 November 2012

What a Nano-Nano Day!

Hai... Hai... Setelah sekian lama nggak blogging, akhirnya... bisa juga cari waktu luang untuk aktivitas yang satu ini.

Oh iya, just a little note, sebenarnya pengalaman ini terjadi sekitar 3-4 mingu yang lalu. Berhubung jadwal padat, akhirnya baru sempat diposting sekarang. Enjoy read.

Sebenarnya pengalaman ini termasuk... konyol sih. Tapi, di balik kekonyolan tersebut ada sebuah makna tersirat yang sangat berarti (uhuk).

Jadi, kejadiannya itu tepat saat shalat ashar. Kebetulan, pada hari itu saya juga les bersama teman saya. Seperti biasa, sebelum berangkat ke TKP, kami melaksanakan shalat terlebih dahulu. Sebelum kami shalat, terjadi percakapan seperti berikut:

S (Saya), TS (Teman Saya)
S: Jama'ah atau munfarid?
TS: Nggak tau deh. Itu kira-kira suara imamnya terdengar nggak ya?
S: *ragu-ragu* Kayaknya munfarid aja deh. Soalnya takut nggak terdengar suaranya.

Setelah percakapan terjadi, tanpa pikir panjang kami langsung melaksanakan shalat masing-masing. Nah, di sinilah kejadian itu dimulai.

Saat baru memulai shalat raka'at pertama, saya merasa bahu saya ditepuk oleh adik kelas. Saya pikir, mungkin dia nggak sengaja. Akhirnya saya melanjutkan shalat saya. Lama-kelamaan, saya merasakan ada hal yang janggal. Entah kenapa adik kelas itu mengikuti gerak-gerik saya saat shalat dan itu membuat saya sempat berpikir apakah saya jadi imam? Tapi saya berpikir lagi, posisi saya di sebelah kanan adik kelas dan yang saya tahu posisi imam itu ada di sebelah kiri. Saya pun berusaha menghilangkan pikiran-[ikiran yang sempat mengganggu konsentrasi saya. Hingga raka'at terkahir...

S: Wi, aku merasa ada yang aneh deh sama adik kelas itu. Kok mereka ngikutin gerakan shalatku ya?
TS: Mungkin kamu jadi imam.
S: Tapi kan posisiku di sebelah kanan. Memangnya bisa?
TS: Iya juga sih.
S: Ada yang aneh lagi. Mereka sempat nepuk bahuku.
TS: Itu tandanya kamu jadi imam.
S: ...

Setelah mendengar jawaban terakhir teman saya, saya benar-benar speechless. Dalam hati, saya bergumam, "Ya Allah, maafkan hamba-Mu ini yang telah salah menjadi imam."

Jujur, saat itu, sebelum teman saya memberitahu, saya benar-benar tidak tahu kalau ada seseorang menepuk bahu itu adalah pertanda bahwa dia menunjuk orang tersebut menjadi imam. Betapa bersalahnya saya. Ya, kenapa saya sangat merasa bersalah? Alasan yang paling kuat adalah... ini bukanlah sekedar urusan dunia dan hablum minannas, tapi juga menyangkut akhirat dan hablum minallah. Walaupun sebenarnya saat itu yang saya lakukan masuk kategori tidak sengaja karena ketidaktahuan saya. Namun, tetap saja, hati saya tidak bisa mengelak atas rasa bersalah ini. Akhirnya, saya bersama teman saya menghampiri adik kelas itu dan meminta maaf atas kesalahan saya. Sebenarnya, saat bagian ini, agak sedikit... lucu sih. Ya, you know what I mean.