Senin, 27 Januari 2014

Impian itu Akhirnya Terwujud

Setelah satu setengah tahun akhirnya saya bisa bernapas lega...

Masih ingat dengan postingan Sepiring Pempek dan PTN serta Ini Rasanya Rindu? Bagi yang tidak ingat, silakan dibuka. Bagi yang tidak, ya tidak perlu dibuka. Hahaha.

Bisa dibilang postingan kali ini adalah sekuel dari kedua posting yang saya sebutkan di atas dan mungkin akan menjadi posting trilogi. Hahaha.

Sabtu, 25 Januari 2014, akhirnya saya kembali bertemu teman-teman saya dalam event yang diselenggarakan SMA, tempat saya menuntut ilmu tiga tahun yang lalu selama tiga tahun. Dan hari itu juga saya bertemu dengan sahabat saya, namanya Dwi Permatasari. Aaah, akhirnya setelah sekian lama tak berjumpa, kami dipertemukan kembali. Jadi terharu saya *lho*.

Oke, kembali lagi ke topik bahasan. Hm... jadi... begini... Akhirnya impian saya dan Dwi terwujud! Tentang sepiring pempek yang kami idam-idamkan sejak kelas 11 baru terwujud ketika kami berada di perguruan tinggi. Ah, sungguh... Saya tak bisa berkata apa-apa lagi selain bergumam dalam hati "Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah Engkau telah pertemukan kami dan wujudkan impian kami." Semuanya seperti mimpi. Omong-omong, impian kami tak berhenti sampai sepiring pempek lho. Kami saling bertukar cerita yang membuat kami berdua melontarkan tawa geli.

Satu cerita yang paling saya ingat dari rangkaian cerita yang kami utarakan masing-masing. Cerita ini punya Dwi yang membuat saya tertawa geli dan cukup menguras perut. Saking gelinya. Ceritanya berawal saat Dwi akan berangkat ke Purwokerto untuk kembali ke kost-an yang secara mendadak dijemput travel yang telah dibooking beberapa waktu lalu. Karena menerima kabar dadakan saat sedang mengerjakan laporan, alhasil belum satupun barang dipersiapkan untuk kembali ke Purwekerto. Jurus sistem kebut sejam dilakukan Dwi. Tak berapa lama, travel datang menjemput. Ini bagian yang membuat saya tertawa geli. Perjalanan sudah memasuki hari berikutnya. Oh iya saya lupa memberi tahu kalau Dwi berangkat ke Purwokerto jam 7 malam. Oke, kembali lagi... Jadi saat itu travel yang ditumpangi Dwi sedang berhenti di sebuah SPBU dan saat itu juga Dwi mengira sopir travel berhenti untuk sholat. Akhirnya, Dwi dan penumpang travel lain ikut turun dan sholat. Baru memulai rakaat pertama, suara mesin mobil travel terdenganr. "Perasaan udah nggak enak. Sholat juga nggak khusyuk," ujar Dwi. Setelah selesai sholat dan keluar mushola, benar saja prasangka Dwi. Ditinggal travel. "Mbak, bener kan kita ditinggal travel," cerita Dwi pada saya sambil menirukan gaya saat dia menangis ditinggal travel. Spontan aku tertawa (bahkan saat mengetik postingan ini, saya masih sempat tertawa. Maaf ya Wi ^0^v). Wi... Wi... ada-ada saja kamu :)))

Kamis, 23 Januari 2014

Rabu...

Jadi... Pernah nggak mengalami kejadian benar-benar persis?

Sebuah prolog yang cukup unik, tapi benar adanya. Saya pernah mengalami kejadian seperti di atas. That's why I give the title is 'Rabu', karena saya mengalami 'sesuatu' itu tepat di hari Rabu disertai pengulangannya. Persis! (Kecuali jam kejadiannya secara tepat)

'Sesuatu' itu apa sih Rei?
Hm, sesuatu itu sejenis memori yang tersimpan di dalam ingatan a.k.a nostalgia.

22 Januari 2014 adalah waktu pengulangan yang saya maksud pada tulisan sebelumnya. Entah ini hanya sebuah ketidaksengajaan dengan embel-embel kebetulan atau memang ada yang mengendalikan semua ini. Entahlah. Yang jelas, kalaupun ada yang mengendalikan, saya percaya bahwa ada yang Maha Mengendalikan yang berhak mengendalikan apa yang terjadi pada hidup saya. Sekian~

Ps. Maaf kalau postingan ini sangat tidak jelas.

Mengapa Tak Mencoba Bertanya Pada Alam?

Perhatian: Sebaiknya anda berpikir dua kali atau bahkan berkali-kali untuk membaca postingan yang menurut anda (mungkin) klasik dan terlalu klise. Jika anda yakin ingin membaca, silakan. Namun jika tidak, silakan tutup postingan ini dari layar monitor anda. Ini hanya sebuah catatan online mahasiswa yang ingin menumpahkan unek-unek dan inspirasi.



Duka bertebaran di mana-mana. Tak sedikit berteriak "Bencana" atau yang lain, "Banjir" dan "Gunung meletus". Tak sedikit pula yang merongrong menyalahkan penguasa. Nelangsa.
Pernahkan terpikir di benak untuk bertanya pada alam. Iya, bertanya pada alam. Mungkin sebagian orang akan merespon seperti ini, "Halah, apa gunanya bertanya pada alam? Memangnya alam bisa menjawab apa yang kita pertanyakan?"
Respon yang cukup bodoh. Kenapa saya bilang cukup bodoh? Apa kita tidak merasakan bencana yang terjadi ini seakan cara alam menjawab pertanyaan kita atau lebih tepatnya perbuatan kita? Apa yang sudah selama ini kita perbuat kepada alam? Banyak. Memang banyak yang sudah kita perbuat kepada alam. Baiklah jika kita sudah yakin dengan apa yang kita perbuat kepada alam. Kalau begitu jawab pertanyaan berikut.
"Sudah cintakah kita kepada alam? Seberapa besar rasa cinta kita terhadap alam? Sudahkah kita melestarikan alam? Sudahkah kita menjaga alam dengan baik dan benar? Sudah sesuaikah perbuatan kita terhadap alam?"
Silakan dijawab. Bukan jawaban yang mutlak untuk menjawab pertanyaan di atas. Itu tergantung pada diri kita. Mari introspeksi.

Selasa, 07 Januari 2014

Pelangi

Hari ini aku melihat pelangi lagi. Sama seperti dua minggu yang lalu. Persis.

Di roof top sebuah mall di Jakarta, 2 minggu yang lalu.

Kombinasi warna pelangi itu mengingatkanku pada sesuatu yang tak bisa aku sebutkan. Sesuatu itu - kalimat motivasi yang membuatku sadar dan perlahan menyetujuinya.

Membingungkan? Memang. Sudahlah, tak perlu dipikirkan. Bukan hal yang penting untuk kalian. Hanya untukku.