Sabtu, 27 September 2014

(Bukan) Sebuah Rencana

Malam ini... cukup berbeda. Versi saya.

Tiba-tiba saya berpikir apa yang saya alami dan lalui tidak seratus persen rencana saya, bahkan di luar keinginan saya. Semua yang terjadi dalam hidup saya, apapun itu, saya yakin ada campur tangan Sang Pencipta, Allah SWT. Termasuk yang saya alami saat ini.

Bagaimana saya harus memulai cerita ini? Baiklah, saya tidak akan menceritakan secara detail karena ada beberapa bagian yang tidak bisa saya tuliskan di sini.

Pertemuan. Satu kata yang berasal dari kata dasar temu. Saya tidak pernah mengira, bahkan merencanakan akan bertemu dengan siapa dalam hidup saya. Mungkin saya bisa merencanakan hidup - cita-cita dan yang harus saya lakukan di masa depan - baik jangka pendek, maupun jangka panjang. Tapi tidak dengan pertemuan. Untuk hal yang satu itu, saya memilih prinsip menjalani apa yang ada, karena menurut saya merencanakan dengan siapa kita akan bertemu itu sesuatu yang sulit.

Saya tidak pernah menyangka, ketika saya berada di jenjang pendidikan tertinggi yang saat ini saya jalani, saya bertemu dengan berbagai macam orang yang memiliki kepribadian dengan ciri khas masing-masing. Termasuk orang yang satu ini. Pertemuan saya dengan orang ini benar-benar di luar rencana saya. Lagipula, saya setiap orang yang saya temui itu benar-benar tidak terlepas dari peran dan rencana Allah SWT. Maa syaa Allah.

Ternyata kesan dan penilaian pertama tidak selalu jadi acuan untuk menilai kepribadian seseorang. Pernyataan tersebut mematahkan prinsip saya terdahulu bahwa kesan dan penilaian pertama merupakan acuan berubah menjadi kesan dan penilaian pertama itu penting. Awalnya, saya merasa (entah) beruntung juga (entah) sial bertemu dengan orang ini. Ada satu hal yang membuat saya merasa... Entah, saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya saat itu. Mungkin semua perasaan menjadi satu, campur aduk. Satu hal yang membuat saya bertahan. Mau tidak mau harus saya jalani. Ini rencana Allah SWT. Dia tahu yang terbaik untuk saya. Waktu terus berjalan hingga akhirnya saya berada di 'titik balik' yang membuat saya bertanya pada diri saya, "Benarkah?". Bahkan sampai saat ini, kadang pertanyaan tersebut masih bermunculan di lubuk hati. Waktu terus berjalan, sampai akhirnya saya berpikir bahwa ini jalan yang harus saya lalui. Soal pertemuan itu di luar kehendak saya.

Apapun yang terjadi, khususnya pertemuan itu, bukan rencana saya. Saya yakin pertemuan itu membawa hikmah dalam hidup saya. Hikmah yang belum saya ketahui dan saya yakin hikmah tersebut baik untuk saya. In syaa Allah.

Selasa, 23 September 2014

Sisa-sisa Keikhlasan

Judul di atas terinspirasi dari lagu salah satu band indie terkenal.
Payung Teduh - Kita adalah Sisa-sisa Keikhlasan
Saya sarankan membaca posting ini sambil mendengarkan lagu di atas.

Bicara soal sisa-sisa keihlasan... Miris. Lebih baik tidak diikhlaskan daripada menjadi sisa-sisa keikhlasan. Lho? Kenapa? Karena menurut saya menjadi sisa itu tidak enak. Tersisih. Sedih.

Kenapa bahasannya jadi begini ya?

Entahlah, apa yang ada di pikiran saya coba tuangkan ke sini. Walau hanya sepercik kata-kata yang mungkin (belum tentu) dimengerti kalian.