Selasa, 28 Agustus 2018

Sepenggal Obrolan

Langit menjingga diiringi gumpalan awan. Danara sesekali menatap keluar, kemudian melirik jam di layar handphone. Hal itu dilakukan berulang. Jarinya menyapu layar handphone dan berselancar ke aplikasi chatting. Dia mengetikkan nama pada kolom search - Sist Cely.

"Sist, di mana? Aku sudah tak sabar ingin bercerita."

Dia melihat keluar untuk kesekian kali. Kali ini dia menatap langit jingga yang mulai berubah menjadi lembayung. Saat itu juga pikirannya berpetualang ke masa lalu.


6 tahun yang lalu
Di sebuah tempat makan

Danara (D)
Fani (F)

F: Ra, aku mau tanya sesuatu boleh?

D: Boleh, mau tanya apa?

F: Kamu pernah suka sama orang?

D: (menatap heran dan menahan tawa) Ya ampun Fani... Aku pikir kamu mau tanya sesuatu penting. Ternyata...

F: Aku serius, Ra. Pernah atau nggak?

D: (menghela napas) Pernah

F: Sedang atau sudah berlalu?

D: Hah? Ini maksudnya apa sih Fan?

F: Jawab dulu. Nanti aku kasih tau

D: Hmmm... Gimana ya... Dibilang sedang, nggak. Dibilang sudah berlalu, juga nggak

F: Ra, jawab sesuai yang kamu rasakan. Sesuai kata hatimu.

D: Oke... Oke... Bisa dibilang sedang sih. Eh, ini kamu nggak sedang menjadikan aku objek penelitian kan?

F: Bisa dibilang sedang, berarti memang sedang berlangsung gitu?

D: Jawab dulu yang tadi

F: Bukan, Ra. Benar nggak tebakanku tadi?

D: (mengangguk)

F: Orang yang kamu suka itu...

D: Iiih... Kamu nggak perlu tau siapa, Fan (menghela napas)

F: Apa sih Ra... Aku bukan kepengin tau siapa, tapi apa orang itu satu keyakinan sama kamu?

D: (mengernyitkan dahi) Maksudnya? Keyakinan...?

F: Is he a moslem?

D: Yes

F: Lucky you!

D: Ada apa sih, Fan? Sebenarnya kamu lagi kenapa sih?

F: (menghela napas) Aku bingung harus mulai dari mana

D: Ikuti sesuai kata hatimu (tersenyum simpul)

F: Meledek ya?

D: Hahaha... Just tell your story. I'm ready to hear.

F: Kamu tau kan aku sama Feri ada di salah satu organisasi yang sama?

D: Lalu?

F: Aku pikir hubungan kami hanya sebatas rekan. Ternyata... (menghela napas)

D: Kamu suka dia?

F: Nggak perlu ditanya, Ra. Kamu pasti sudah tau jawabannya kan?

D: Dari cara kamu menjawab, aku mengartikan kamu suka dia.

F: Nggak usah diperjelas juga... (menghela napas) Mau nangis rasanya, Ra. Sesakit-sakit rasa bertepuk sebelah tangan, ini lebih sakit

D: Lho memang kenapa? Wajar aja kalau kamu suka sama...

F: Ssst... (meletakkan telunjuk ke mulut) Kamu ngerti nggak sih maksud pembicaraanku dari tadi?

D: Iya, kamu suka kan sama dia?

F: Ada lagi yang lebih penting dari itu

D: (mengernyitkan dahi) Apa?

F: Ke-ya-kin-an


Danara tersadar dari lamunannya karena dering handphone. Sist Cely, begitu tertulis di layar handphone. Jarinya menyapu tombol hijau pada layar.

"Halo, Ra. Maaf aku baru sampai di halte seberang lokasi. Macet banget. Kamu tau kan jam padat pulang kerja?"

"Iya, nggak apa-apa. Aku paham kok padatnya jam pulang kerja. Aku di tempat biasa ya..."
"Pasti dipojokkan ya? Sambil ngegalau, hahaha."

"Iiiih... Tau aja. Aku tunggu ya..."
"Aku udah di pintu masuk. Hai, lihat nih aku melambaikan tangan."

Danara menutup panggilan teleponnya.


Danara (D)
Cely (C)

C: Sorry lama... Macet banget, tapi untung dapat duduk

D: Bagus deh. Kan nggak capek berdiri, Sist.

C: Iya. Itu juga dapatnya perjuangan, hahaha. Oh iya, mau cerita apa?

D: Nggak jadi, hehehe

C: Lho...? Kok...?

D: Hehehe... Tiba-tiba berubah pikiran. Gimana kalau kita karaoke aja?

C: Karaoke? Yakin nggak mau cerita dulu?

D: Sambil karaoke aja. Pas aku nyanyi, nanti pasti tau ceritanya apa.

C: Langsung tau gitu?

D: Iya... Ceritaku sesuai dengan lirik lagunya

C: Emang lagu apa?

D: Ingin Kumiliki

C: Kayak lagu lama

D: Iya... Lagu Ruth Sahanaya

C: Wueeesss... Kena angin apaan pengin karaoke lagu itu?

D: Angin lewat kemarin sore, hahaha

C: Hahaha... Ada-ada aja. Yaudah yuk... Jadi penasaran ceritamu itu apa sih...?

D: Hehehe... Yuk

Kamis, 12 Juli 2018

Tentang Langit

Gambar diambil oleh Septina Restu Nurhalimah


Halo... Postingan kali ini dibuka dengan foto langit. Memang ada apa sih dengan langit? Ada awan, ada matahari, ada bintang, ada bulan, ada atmosfer, ada... Hehehe.

Oke, cukup berguraunya, sekarang saya mau sedikit serius tapi tetap santai kok *tebar senyum simpul*

Saya sangat suka dengan langit. Mengapa? Memang ada apa dengan langit? Karena di langit ada keindahan. Saya ralat, karena di langit ada berjuta keindahan *tebar senyum sambil menghela napas*

Sedari dulu saya suka menatap langit. Hobi itu dimulai ketika saya duduk di bangku SMP dan berlanjut sampai sekarang. Lagi sedih, menatap langit. Lagi lelah, menatap langit. Lagi senang, menatap langit. Lagi kesal, menatap langit. Lagi hampa, menatap langit. Lagi galau, menatap langit. Terlihat melankolis ya diri saya...

Kegiatan itu masih saya lakukan hingga sekarang, hanya ada sedikit perbedaan. Kalau dulu menatap langit hanya sekadar menatap, namun sekarang saya mulai belajar menafakuri keindahan langit. Kalau dulu, setiap melihat langit bawaannya mellow-mellow nggak jelas, namun sekarang setiap melihat langit saya berusaha mengaitkan pada pencipta-Nya. Kalau dulu menatap langit hanya sekadar pelepas penat, namun sekarang saya menatap langit sambil merefleksikan diri saya.

Refleksi? Bagaimana bisa? Memang langit seperti cermin?

Langit menjadi media refleksi diri bagi saya, selain cermin. Kalau dengan cermin, saya merefleksikan diri dalam lingkup kecil, maka dengan langit saya merefleksikan diri dalam lingkup yang lebih besar. Seberapa besar usaha saya menatap langit, saya tak pernah menemukan cacat pada langit. Paduan warna langit selalu indah. Menurut saya, itu lukisan terindah yang pernah saya lihat. Komposisi warnanya begitu proporsional.

Saya menemukan jawaban bahwa langit merupakan media refleksi diri saya ketika membaca terjemahan surat Al-Mulk ayat 3-4. Seberapa besar usaha kita melihat langit, kita tidak akan menemukan kecacatan dan akan kembali pada pandangan kita yang payah. Subhanalloh...

Betapa kecil diri saya, lemah, payah, tak berdaya, bahkan kekurangan-kekurangan lainnya yang ada pada diri saya - membuat saya sadar bahwa saya tak mampu melalui sesuatu sekecil apapun tanpa bantuan Sang Pencipta. Entah mengapa, melihat langit membuat saya merasa campur aduk. Bahagia, terharu, optimis, bersyukur, bahkan mengintrospeksi diri.

Saya rasa cukup hal-hal yang dibagikan. Tulisan ini hanya opini saya. Mohon maaf bila ada kata dan kalimat yang kurang berkenan.


Salam hangat,


RAS


Note: Gambar tersebut diambil pada tanggal 08 Juli 2018 di Ciomas, Bogor

Kamis, 21 Juni 2018

Sudut Pandang yang Berbeda

Maafkan saya baru menulis lagi di sini, namun sepertinya blog ini akan beralih fungsi sebagai wadah cerita saya. Oke, mari kita mulai (kita...? abaikan saja).

Saya baru saja merampungkan serial 11 bagian cerita yang cukup sukses membuat saya sampai terbawa mimpi mengenai alur ceritanya. Entah sebegitu besar terbawa cerita, tapi harus saya akui cerita itu cukup membawa pengaruh bagi saya.

Selama ini, kebanyakan saya menikmati cerita hanya dari sisi hiburan. Cerita itu bagus, lucu, menarik, dan seru, setidaknya memenuhi kriteria minimal itu sudah masuk kategori cerita yang menghibur untuk saya. Akan tetapi kali ini berbeda. Bahkan sampai sekarang saya masih berusaha mengingat terakhir kali menikmati cerita yang meninggalkan pesan mendalam dan cukup berperan pada pola pikir saya mengenai kehidupan. Serial 11 bagian itu sukses membuat saya seperti itu.

Secara keseluruhan ceritanya menarik, baik dari sisi pemeran utama maupun pemeran sampingan. Ada yang menarik dari cerita ini, yaitu kisah pemeran sampingan. Mungkin kebanyakan orang lebih cenderung mengulik kisah pemeran utama dibanding pemeran sampingan, namun sepertinya saya masuk dalam pengecualian. Hampir setiap menikmati cerita, saya lebih tertarik mengulik kisah pemeran samping yang jika diukur dari keseluruhan cerita hanya kisah selenting. Justru di situ keunikannya, karena selenting maka perlu dikulik.

Pemeran sampingan dalam serial tersebut wanita berusia dewasa, sukses berkarier, dan lajang. Dia gigih menjalani kehidupan sekaligus sebagai kompensasi atas dirinya yang masih melajang di usia yang memang tidak seharusnya begitu. Bahkan ada salah satu quote yang diucapkan pemeran ini. "Kehidupan tak selalu berjalan sesuai rencanamu".

Buat saya kalimat itu memiliki makna yang mendalam. Sederhana tapi kena. Melihat pemeran itu dan kisahnya, saya seperti bercermin bahwa itu diri saya. Entah, yang ada di pikiran saya saat itu menjadi wanita independen tak semudah yang saya kira. Segigih apapun dia menjalani kehidupan, tapi dia tak bisa menutup kesepian yang menghampiri dirinya. Iya, saya pernah berkata pada Ibu dan diri saya bahwa saya ingin menjadi wanita independen. Jika kalian bertanya apa sebabnya, tentu faktor eksternal yang belum bisa saya jelaskan di sini (mungkin lain waktu, namun entah kapan).

Kata Tante saya, kesepian itu pasti datang dan tak bisa dihindari. Maka dari itu, harus ada kompensasi untuk mengatasi kesepian itu. Dari cerita itu, saya berpikir bahwa sisi lain kehidupan adalah kompensasi.

Maafkan jika bahasan kali ini terlalu berat dan mendalam, namun memang itu yang ada di pikiran saya. Terima kasih bagi yang sudah membaca.


Salam
RAS

Senin, 01 Januari 2018

Alunan Denting Piano

Posting pembuka awal tahun 2018 (yang merupakan isi hati). Happy reading... Hope y'all enjoy it!

Alunan itu selalu menemaniku
Setiap malam,
mengisi sela di celahku
Terngiang,
berdengung,
melekat di kepalaku

Terima kasih
telah menjadi pengisi hariku
Terima kasih
mau menjadi pelipur laraku
Terima kasih
sudah mengisi hatiku