Rabu, 25 Desember 2013

24

Halo, sudah lama tak menggoreskan lukisan hati di sini... Sudahlah, tak perlu banyak prolog untuk kali ini.

Rasa sesak ini masih ada - masih bersarang walaupun sedikit. Entah, aku tak dapat mendeskripsikan yang dimaksud sedikit itu seperti apa - setidaknya sedikit versiku.
Dimulai kemarin, tepat di Rawamangun, Jakarta Timur, semesta menjadi saksi. Bahkan, lampu-lampu, meja-meja kayu, dan setiap benda di sudut ruangan sampai debu pun ikut menyaksikan. Sepuluh orang berkeliling dan bersama-sama mengambil sebuah gulungan kertas. Ya, gulungan kertas yang menentukan nasib kesepuluh orang itu hari itu dan seterusnya. Semua sudah mendapat kertasnya masing-masing dan ketika kami membukanya secara bersamaan. Glek! Aku terbelalak. Aku merasa sial saat itu. "Semesta tak berpihak padaku," umpatku sementara.
Tak ada pilihan lain, selain melakukan yang tertulis digulungan kertas itu. Aku bisa apa? Sebelumnya aku belum pernah melakukannya. Kenapa aku harus mendapatkan bagian ini? Bertanya dan mengeluh tak menyelesaikan semuanya. Tak ada pilihan lain, selain melakukannya sebisa dan semampuku.
Suasana ruangan itu, bagiku seperti... entahlah, sudah 12 jam lebih berlalu tapi aku masih belum bisa menemukan deskripsi yang tepat untuk suasana itu. Kurang lebih 45 menit kuhabiskan waktu di ruangan itu sembari berbicara dengan diriku sendiri. Bukan, bukan aku berbicara sendiri seperti orang tidak waras. Hati nuraniku yang berbicara padaku. Kulakukan itu untuk menenangkan diriku, mengurangi rasa takut dan gemetarku. Tentu tak lupa nuraniku juga berbicara kepada Sang Pencipta. Memohon dengan segala kuasa-Nya agar aku kuat menjalani semua ini.
Teng! Waktu habis. Tak berlama-lama aku langsung keluar melangkahkan kakiku dari ruangan itu tanpa menilik setiap sudutnya. Saat itu aku tak dapat membohongi diriku. Aku tak dapat membendung air yang memaksa keluar di pelupuk mataku. Sial! Air itu terus tertahan di pelupuk mata. Nuraniku bilang aku tak boleh menangis di sini. Aku tak boleh kelihatan lemah di depan orang banyak. Tapi di satu sisi aku juga sudah tak kuat menahan rasa sesakku. Alhasil, aku pun menangis hanya setitik. Iya, hanya setitik dan setetes. Rasa lega pun berpihak padaku, walau tak sepenuhnya. Setidaknya aku bisa merasakan rasa lega itu.
Sampai hari ini, rasa lega itu belum bisa kudapatkan sepenuhnya. Rasa sesak itu masih ada - kadang muncul kadang hilang. Entahlah... sekarang aku hanya bisa memohon kepada-Nya, memohon dengan segala kuasa-Nya, semoga masih ada nurani dan rasa kemanusiaan yang tersimpan. Semoga Ya Rabb. Aamiin Ya Rabb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar