Selasa, 28 Mei 2013

Mereka adalah Berlian - Sesuatu yang Kadang Tidak Kita Miliki

Selamat malam...
Jangan kaget kalau saya tiba-tiba posting dengan nuansa melankolis seperti ini, karena saya hanya ingin menuangkan apa yang ada di pikiran dan hati saya melalui media blog ini. Untuk para pembaca, jika kalian tidak yakin membaca posting ini, silakan tutup posting ini sesegera mungkin karena posting ini adalah posting panjang dan (mungkin) membosankan, bahkan (mungkin) terlalu klise.


Pernah gagal?

Pernah stress?

Pernah down?

Pernah galau?

Pernah (hampir) putus asa?

Pernah merasa paling sial?

Pernah merasa paling nggak guna?

Pernah merasa diperlakukan tidak adil?

Pernah menyalahkan diri sendiri?

Atau bahkan mungkin... Pernah menyalahkan takdir?


Oke, dari beberapa pertanyaan di atas, jujur, saya tidak munafik, saya pernah mengalami beberapa. Mungkin setiap orang pernah mengalami hal tersebut. Yang menjadi perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya adalah intensitasnya atau lama waktu kita berada dalam keadaan tersebut. Ya, saya rasa manusiawi. Tapi, patutkah kita terus berada dalam situasi seperti itu?

Nah, mungkin pada pertanyaan itu kalian akar berpikir "Sok bijak banget sih nih yang nulis posting." Hehehe. Sebelumnya, saya mohon maaf. Saya tidak bermaksud untuk menjadi sok bijak ataupun menggurui. Tidak. Saya hanya ingin berbagi pengalaman. Itu saja. Dari awal posting kan sudah saya peringatkan jika memang tidak yakin untuk membaca posting ini lebih baik tutup posting ini.

Ya, daripada bertele-tele, mungkin lebih baik saya ceritakan pengalaman saya. Saya tidak menjadikan orang lain sebagai contoh. Cukup diri saya.

Sekitar satu tahun yang lalu, saya benar-benar dibuat pusing oleh masalah yang satu ini. Bagaimana tidak, program kerja eksternal ekstrakurikuler yang saya ikuti, di mana saya sebagai penanggung jawabnya waktu itu, mengalami masalah yang bisa dibilang cukup rumit. Memang, saat itu saya pertama kali menceburkan diri ke dalam kegiatan pengurus organisasi dan... program kerja tersebut adalah pertama kalinya. Dengan hanya bermodal keberanian dan niat semampunya, saya memberanikan diri untuk menjadi penanggung jawab secara program kerja tersebut. Pada saat itu yang ada di pikiran saya "Gue yakin nih pasti proker (program kerja) ini berjalan lancar. Gampanglah." Padahal tanggung jawabnya nggak main-main, hehehe.

Saya mulai menyusun program kerja tersebut. Perlu digarisbawahi. Pada saat itu semua saya kerjakan sendiri. Awalnya sih saya merasa lancar tanpa hambatan. Tapi pas di tengah-tengah... Di sanalah permasalahan mulai muncul. Mulai dari yang paling kecil hingga paling fatal. Saya pun menveritakan hal tersebut kepada teman saya dan tahukah apa komentarnya? "Ngapain sih lo capek-capek bikin semuanya sendiri? Emangnya lo nggak punya anak buah apa?" Jleb! Buat saya jawaban yang menusuk. Jujur saat itu saya merasa kesal. Niat meminta solusi tapi nyatanya? Malah diomelin plus disalahin. Saya pun nggak mau nyerah dan keukeuh untuk mengerjakannya sendiri. Sampai pada klimaksnya... Saya benar-benar merasa... Ya, seperti beberapa pertanyaan yang tadi saya sebutkan. Saat masalah itu muncul saya berpikir tentang hitamnya diri saya. Hitamnya saja. Sampai akhirnya masalah itu selesai dan sempat menimbulkan semacam intrik mungkin. Haha.

Waktu berlalu, perlahan masalah tersebut mulai saya lupakan dan saya baru tersadar bahkan berkata kepada diri sendiri "Bodoh banget ya gue. Sebenernya gue salah juga sih waktu itu." sambil menghela napas dan sedikit merenung.

Dan kalau saya flashback, ternyata waktu saya terlarut dalam masalah itu cukup lama lho! Iya, yang saya bilang kalau saya hanya memikirkan sisi hitamnya (negatif) saya.

Dan hari ini pun sekaligus menjadi inspirasi saya menulis posting ini. Saya merasa malu. Ya, saya merasa malu terhadap mereka yang memiliki berlian. Berlian? Liontin berliankah yang dimaksud? Bukan. Berlian itu adalah semangat. Iya, semangat, semangat untuk hidup yang kita jalani. Lalu, siapa mereka yang memiliki berlian itu? Mereka adalah orang-orang yang tidak disangka ternyata bernasib di bawah kita. Malu? Jelas. Saya sih malu banget. Maksdunya, saya malu, mereka yang kondisinya di bawah kita masih punya semangat yang menurut saya cukup tinggi. Kalau saya disandingkan dengan mereka... Aduh, jujur saya merasa masih kurang. Iya, kurang bersyukur lebih tepatnya. Setidaknya dari kejadian ini saya, kita, bisa memetik suatu pelajaran.

Maaf kalau posting ini terlalu panjang, isinya terlalu klise, terlalu bijak, terlalu menggurui, terlalu apa lagi? Hahaha. Ya, saya mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan dalam posting ini. Semoga bermanfaat untuk kalian.

See you later~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar